Jumat, 29 April 2016

Tulisan2_SS_AHDE

HUKUM ADAT LAMPUNG

Setiap suku bangsa di dunia mempunyai adat istiadat, meski tingkat kebudayaannya masih rendah. Suku Lampung memiliki adat istiadat dan peraturan serta ketetapan hasil musyawarah. Hukum Adat Lampung dikenal dengan nama Cepalo. Hukum Adat Cepalo semula disebut Cepalo Dua Belas. Hukum Adat Cepalo ini berisi larangan-larangan dengan sangsi-sangsi bagi setiap pelanggaran, serta hukuman mati.
Cepalo Dua Belas ini diwujudkan dalam bentuk Kain Tabir (Lassai) sapu tangan dan taplak dengan cara menyambungkan satu dengan lain, terdiri bermacam-macam warna :
Isi Cepalo Dua Belas sebagai berikut :
1. Dilarang melihat isteri dan anak gadis orang lain dengan pandangan mencurigakan.
2. Dilarang berbicara yang kotor, menghasut, memfitnah orang lain.
3. Dilarang duduk lebih tinggi tempatnya dari pada orang yang lebih tua
4. Dilarang terbuka kemaluannya ditempat orang ramai.
5. Dilarang tidur tengkurap di gardu kampung pada waktu siang hari.
6. Dilarang memulkul perut sendiri di dekat wanita yang sedang hamil.
7. Dilarang naik ruma orang lain dari pintu belakang.
8. Dilarang seorang tamu masuk ruang tanmu atau tengah rumah tanpa izin tuan rumah.
9. Dilarang orang laki-laki ditepian kakus tempat wanita atu sebaliknya.
10. Dilarang mengambil buah-buahan milik orang lain tanpa meminta lebih dahulu.
11. Dilarang melarikan isteri orang lain.
12. Dilarang berbuat mesum.

DASAR-DASAR HUKUM ADAT MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN

Masyarakat Adat Lampung Saibatin mendiami wilayah adat Labuhan Maringgai, Pugung, Jabung, Way Jepara, Kalianda, Raja Basa, Teluk Betung, Padang Cermin, Cukuh Balak, Way Lima, Talang Padang, Kota Agung, Semaka, Suoh, Sekincau, Batu Brak, Belalau, Liwa, Pesisir Krui, Ranau, Martapura, Muara Dua, Kayu Agung, empat kota ini ada di Provinsi Sumatera Selatan, Cikoneng di Pantai Banten dan bahkan Merpas di Selatan Bengkulu. Masyarakat Adat Saibatin seringkali juga dinamakan Lampung Pesisir karena sebagian besar berdomisili di sepanjang pantai timur, selatan dan barat lampung.

1. Apabila seseorang mengaku/menggunakan/memakai gelar adat (adok), pangkat adat, atau status keturunan penyimbang untuk kepentingan pribadi, kelompok atau kepentingan tertentu, tanpa izin Penyimbang Bandar/Marga/Bumi atau pemilik asli status tersebut, maka ia dinyatakan melanggar hukum. Untuk ini ia dikenakan hukuman denda 225 rial (konversi=1600/135000) dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.

2. Apabila seseorang menggunakan/memakai lambang, pakaian adat, pusaka adat atau tanda kebesaran adat kebandaran, paksi, saibatin pekon atau suku tanpa izin dari para penyimbang adat itu, maka ia dinyatakan melanggar hukum. Untuk ini ia dikenakan denda 200 rial dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya.

3. Apabila seseorang melakukan kesalahan, berbuat menyimpang, membantah atau bertindak menentang perintah Penyimbang Bandar/Marga/Bumi, Saibatin pekon atau suku, sehingga menimbulkan jatuhnya nama baik penyimbangnya atau menimbulkan keresahan warga masyarakat adat kebandaran, maka ia dinyatakan melanggar hukum. Untuk ini ia dikenakan denda 150 rial dan bersumpah dalam sidang perwatin adat untuk tidak mengulangi perbuatannya.

4. Apabila seseorang melakukan perbuatan tidak sopan, berbuat tidak sepantasnya atau bertutur kata yang menimbulkan perasaan terhina penyimbangnya di tengah sidang perwatin adat, maka ia dinyatakan melanggar hukum. Untuk ini ia dikenakan denda 100 rial dan berjanji tidak mengulangi perbuatannya di hadapan sidang perwatin adat.

5. Apabila dalam satu marga diketahui dengan pasti ada wanita hamil tanpa suami, maka Penyimbang Bandar/Marga/Bumi dan atau bersama penyimbang-penyimbang lainnya yang mempunyai hubungan struktural dalam marganya bertanggung jawab dalam penyelesaian perkaranya. Pihak wanita hamil bersama keluarganya dikenakan hukuman denda 30 rial, potong kerbau seharga 10 rial. Apabila dalam sidang adat tidak tercapai kesepakatan atau pihak keluarga wanita hamil itu menolak, maka Penyimbang Bandar/Marga/Bumi mempunyai kewenangan untuk menjatuhkan hukuman lain berupa pengasingan atau dikeluarkan haknya dari status keadatan. Apabila pria yang menghamili wanita itu tertangkap, maka pria itu harus bertanggung jawab untuk menikahi wanita hamil tersebut, dan apabila pihak pria itu bersama keluarganya menolak, maka pria itu harus dibunuh atas keputusan Penyimbang Bandar/Marga/Bumi. Penyimbang Bumi berkewajiban menanggung denda potong kerbau seharga 10 rial itu.

6. Apabila seseorang atau bersama temannya terbukti membunuh orang lain, diketahui dan tertangkap, maka ia atau mereka harus mengganti nyawa yang terbunuh atau hukuman mati. Hukuman mati itu dapat ditukar dengan hukuman denda apabila terjadi kesepakatan sidang perwatin adat, yaitu hukuman denda nyawa sebesar 100 rial, denda pelanggaran adat 30 rial, memotong kerbau seharga 10 rial, dan mengganti perongkosan sidang adat. Dalam hukuman denda, Penyimbang Marga berkewajiban menanggung beban denda itu kekurang-kurangnya separuh dari seluruh biaya yang harus dikeluarkan sebagai akibat perbuatan pelanggaran hukum itu.

7. Apabila yang dibunuh itu orang yang memiliki status Penyimbang Marga (Bandar), maka hukuman bagi pelaku pembunuhan itu adalah hukuman mati penggal kepala, direndam dalam air sampai mati, atau dicambuk sampai mati. Apabila sidang adat memutuskan tidak terjadi hukuman mati oleh karena pertimbangan kesalahan tidak sengaja atau karena kesalahan Penyimbang Marga juga, maka hukuman mati dapat diganti dengan hukuman denda sebesar 450 rial, denda pelanggaran adat 50 rial, memotong kerbau seharga 30 rial, dan mengganti perongkosan sidang adat. Hukuman denda ini berikut ongkos perkara ditanggung bersama oleh keluarga pelaku pembunuhan dan penyimbang yang berkuasa langsung terhadap keluarga pelaku pembunuhan itu.

8. Apabila yang dibunuh itu orang berstatus Penyimbang Paksi/Pekon, maka hukuman bagi pelaku pembunuhan itu adalah hukuman penggal tangan, direndam dalam air selama 3 hari 3 malam, atau di arak sepanjang kampung ditambah denda potong kerbau seharga 30 rial. Apabila sidang adat memutuskan tidak terjadi hukuman fisik oleh karena pertimbangan keringanan, kesalahan tidak sengaja atau karena kesalahan Penyimbang Paksi juga, maka hukuman itu dapat diganti dengan hukuman denda sebesar 350 rial, denda pelanggaran adat 30 rial, memotong kerbau seharga 20 rial, dan mengganti perongkosan sidang adat. Hukuman denda ini berikut ongkos perkara ditanggung bersama oleh keluarga pelaku pembunuhan itu.

9. Apabila yang dibunuh itu orang berstatus Penyimbang Suku, maka hukuman bagi pelaku pembunuhan itu adalah hukuman direndam dalam air selama 1 hari 1 malam kemudian dipenggal jari tangannya, ditambah denda potong kerbau seharga 20 rial. Apabila sidang adat memutuskan tidak terjadi hukuman oleh karena pertimbangan kesalahan tidak sengaja atau karena kesalahan Penyimbang Suku juga, maka hukuman dapat diganti dengan hukuman denda sebesar 250 rial, denda pelanggaran adat 30 rial, memotong kerbau seharga 10 rial, dan mengganti perongkosan sidang adat. Hukuman denda ini berikut ongkos perkara ditanggung bersama oleh keluarga pelaku pembunuhan itu.

10. Apabila seseorang berbuat onar/kerusuhan yang mengakibatkan pertumpahan darah bagi pihak lain, baik sengaja maupun tidak, maka pelakunya dihukum dengan denda minimal potong kerbau seharga 20 rial, dengan ketentuan sebagian daging kerbau untuk dimakan bersama dalam acara sidang perwatin adat, dan sebagian lagi dibagikan kepada masyarakat sekitar yang menyaksikan. Kecuali itu pihak yang membuat kerusuhan berkewajiban menanggung ongkos sidang adat dalam pengucapan sumpah atau perjanjian perdamaian.

11. Apabila seseorang berbuat onar/kerusuhan atau perkelahian yang tidak mengakibatkan pertumpahan darah, maka pelakunya dihukum dengan hukuman denda minimal potong kerbau seharga 10 rial, dan seluruh daging kerbau dimakan bersama dalam acara sidang perwatin adat, termasuk pihak-pihak keluarga dekan yang menyaksikan dan terlibat dalam penyelesaian perkara. Ongkos sidang adat dalam pengucapan perjanjian perdamaian dan angkat sumpah persaudaraan ditanggung oleh pihak-pihak keluarga yang terlibat.

12. Apabila seseorang bergunjing tentang keburukan/aib orang lain dan menilai negatif dan sepihak, baik karena kebencian atau karena kebiasaan bermulut kotor, maka ia dipersalahkan dengan hukuman denda sebesar 3-5 rial.

13. Apabila seseorang berbaring (tidur-tiduran) di Balai Adat dan pada waktu yang sama ada perempuan berlalu, kemudian orang itu tidak bangun dan memperhatikan perempuan itu, maka ia dipersalahkan dengan hukuman denda sebesar 1-3 rial.

14. Apabila seseorang membelah bambu atau kayu di tengah jalan dan jalan itu menjadi kotor serta mengakibatkan orang yang melalui jalan itu tersandung kakinya, maka ia dipersalahkan dengan hukuman denda 3 rial.

15. Apabila seseorang memandang/mengamati/mengintip gadis atau perempuan sedang mandi (cempala ngiling), maka ia dikenakan hukuman denda sebesar 3-10 rial.

16. Barang siapa yang masuk dan keluar rumah orang lain tanpa izin pemilik rumah, lalu tiba-tiba diketahui ada barang/isi rumah itu hilang, maka orang itu dipersalahkan dengan hukuman mengganti barang yang hilang tersebut.

17. Apabila ada orang-orang yang sedang berbicara kotor, tabu, tidak senonoh atau berbuat tidak pantas, lalu ada orang ketiga yang ikutcampur, menyela atau bergabung dalam pembicaraan atau perbuatan itu, maka orang ketiga itu dihukum dengan denda sebesar 3-10 rial.

18. Apabila ada orang sedang susah hati karena kecurian barang miliknya, lalu barang itu ditemukan atau terbukti di tangan orang lain, meskipun bukan pencurinya, maka sipembawa bukti itu dikenakan hukuman denda yang besarnya ditentukan dengan kesepakatan Perwatin Adat.

19. Jika seseorang laki-laki dengan sengaja turun atau melewati pangkalan mandi perempuan, sedangkan di pangkalan itu masih ada perempuan mandi, maka laki-laki itu dipersalahkan dengan hukuman denda sebesar 3-30 rial, tergantung besarnya kesalahan yang dilakukan.

20. Apabila seorang perempuan keluar atau berada di beranda belakang rumah, lalu tiba-tiba ada seorang laki-laki menyapa atau bertanya kepadanya (perempuan itu), maka laki-laki itu dikenakan hukuman sebesar 3-10 rial, baik dijawab atau tidak oleh perempuan itu.


Analisis :
Di berbagai wilayah Indonesia ini banyak sekali macam suku/adat yang telah diterapkan dalam masyarakatnya. Disetiap wilayah Indonesia juga ada hukum adat yang telah dibuat oleh penguasa wilayah tersebut. Dalam penulisan ini saya mengambil contoh hukum adat Lampung. Di Lampung begitu banyak macam hukum adat yang harus dipatuhi oleh penduduknya, tujuannya untuk kenyamanan dan keamanan wilayah tersebut. Dengan adanya hukum adat ini menjadi peran penting untuk pembentukkan karakter bagi masyarakat Lampung. Selain memberi peran positif juga memberikan kenyamanan dalam sebuah kehidupan bermasyarakat.

Sumber :
http://staff.unila.ac.id/abdulsyani/2013/04/17/dasar-dasar-hukum-adat-masyarakat-lampung-saibatin/ (Jumat/21.25)
https://id.wikipedia.org/wiki/Hukum_adat (Jumat/21.25)
https://supriliwa.wordpress.com/adat-istiadat-lampung/ (Jumat/21.25)
http://www.nyokabar.com/berita-671-cepalo--hukum-adat-lampung.html (Jumat/21.25)
https://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Lampung (Jumat/21.25)

Tugas2_SS_AHDE

Yayasan Terumbu Karang Indonesia (TERANGI)

CITES singkatan dari Convention on International Endengered Species of Wild Fauna and Flora, yang merupakan perjanjian negara-negara dalam mengatur perdagangan flora fauna yang terancam punah di dunia. Pemerintah setempat diharapakan membuat Peraturan Pemerintah (PP) yang berhubungan dengan CITES yang disesuaikan dengan hukum dinegara masing-masing. Indonesia ikut dalam perjanjian tersebut sehingga harus mengikuti ketentuan yang dikeluarkan oleh CITES. Indonesia meratifikasi CITES dalam bentuk Keppres 43/1978.
Negara anggota berkewajiban memberikan laporan mengenai perdagangan (yang diatur dalam CITES) kepada sekretariat CITES. Bagi negara yang tidak berhasil menegakkan aturan CITES akan menghadapi masalah dengan biota yang diperdagangkan dan jika terjadi terus menerus , maka akan dilakukan pelarangan terhadap perdagangan biota tersebut.
Biota yang dilindungi oleh CITES dimasukkan di dalam daftar appendiks. Apendiks adalah daftar spesies yang perdagangannya perlu diawasi dan negara-negara anggota telah setuju untuk membatasi perdagangannya dan menghentikan eksploitasi terhadap spesies yang terancam punah.

Apendiks 1 : Daftar jenis-jenis yang terancam punah sehingga perdagangan komersil dilarang.
Apendiks 2 : Daftar jenis-jenis yang hampir terancam punah atau kemungkinan punah jika perdagangannya tidak diatur.
Apendiks 3 : Berlaku bagi jenis-jenis yang tidak terancam punah tapi dilindungi oleh paling tidak 1 negara.

Jenis-jenis tersebut perdagangannya harus ada surat dari negara bersangkutan (dalam hal ini dikeluarkan oleh Management Autorithy (MA))

Apendiks CITES tidak berlaku untuk :
1. Sirkus
2. Perdagangan non komersil
3. Barang-barang pribadi
4. Spesimen yang transit dinegara lain
5. Spesimen yang diperdagangkan sebelum CITES berlaku
6. Hasil penangkaran atau budidaya
7. Pembesaran dari alam

Tumbuhan dan Satwa dilindungi undang-undang No.5 tahun 1990 tentang konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya à terdapat dalam pasal 20(2) adalah tumbuhan atau satwa yang dalam bahaya kepunahan, dan yang populasinya sedikit.

Artinya tumbuhan dan satwa tersebut tidak boleh dimiliki, dipelihara, dan diperdagangkan, baik :
• Dalam kondisi hidup atau mati
• Dalam kondisi utuh atau bagian tubuhnya, misalnya telur atau sarang
• Dalam kondisi sudah menjadi barang lain, misalnya perhiasan.

SANKSI/HUKUMAN
Peracunan laut : Nelayan 6 tahun penjara, dan denda Rp 1,2 Milyar, Nahkoda kapal 10 tahun penjara dan denda Rp, 1,2 Milyar, Pengepul 10 tahun dan denda Rp. 2 Milyar ( UU Perikanan no 31 tahun 2004 pasal 84)Pengunaan bahan kimia , bahan peledak, Untuk penangkapan ikan : 6 tahun penjara dan denda Rp. 1 .200 .000. 000,-. Pengumpulan hewan yang dilindungi Rp 50. 000. 000,- dan 5 tahun kurungan. Hewan laut yang dilindungi berdasarkan PP No. 7 Tahun 1999

MAMALIA :
• Paus Biru
• Paus Besirip
• Paus Bongkok

REPTIL :
• Penyu Belimbing
• Penyu Tempayan
• Penyu Hijau
• Penyu Sisik
• Penyu Pipih
• Penyu Ridel

IKAN
• Ikan RajaLaut

CNIDARIA
• Akar bahar/koral hitam (semua jenis dari marga ini)

MOLLUSCA
• Kima tapak kuda
• Kima cina
• Kima kunia, Lubang
• Kima selatan
• Kima raksasa
• Kima kecil
• Kima sisik, kima seruling
• Triton terompet

Undang –Undang yang Mengatur dalam Yayasan Terumbu Karang Indonesia :
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 45 TAHUN 2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UNDANG-UNDANG NOMOR 31 TAHUN 2004
TENTANG PERIKANAN

Menimbang :
a. bahwa perairan yang berada dalam kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia serta laut lepas mengandung sumber daya ikan yang potensial dan sebagai lahan pembudidayaan ikan merupakan berkah dari Tuhan Yang Maha Esa yang diamanatkan kepada bangsa Indonesia yang memiliki falsafah hidup Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, dengan memperhatikan daya dukung yang ada dan kelestariannya untuk dimanfaatkan sebesar-besarnya bagi kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia.

b. bahwa pemanfaatan sumber daya ikan belum memberikan peningkatan taraf hidup yang berkelanjutan dan berkeadilan melalui pengelolaan perikanan, pengawasan, dan sistem penegakan hukum yang optimal.

c. bahwa Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan belum sepenuhnya mampu mengantisipasi perkembangan teknologi dan kebutuhan hukum dalam rangka pengelolaan dan pemanfaatan potensi sumber daya ikan.

PERATURAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR PER.17/MEN/2008 TENTANG KAWASAN KONSERVASI DI WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL
Menimbang :
1. bahwa sebagai tindak lanjut Pasal 28 Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, maka dipandang perlu untuk mengatur Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Bahwa untuk itu perlu ditetapkan dengan Peraturan Menteri.

Analisis :
Dengan adanya yayasan Terumbu Karang ini kita semakin mengetahui terumbu karang dan hewan laut yang mulai punah karena ada pihak yang merusak laut kita. Semua lebih di perketat lagi terutama kepada para nelayan untuk tetap bisa menjaga kelestarian laut kita. Sudah seharusnya kita mulai menjaga keindahan laut sejak dini, agar anak cucu kita tetap bisa menikmati keindahan laut yang telah diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Sumber :
http://www.gajimu.com/main/tips-karir/kiat-pekerja/pentingnya-mendirikan-badan-usaha (Jumat/10.30)
http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=26%3Ahewan-laut-yang-dilindungi&catid=54%3Apengelolaan&Itemid=52&lang=id(Jumat/10.30)
http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=section&layout=blog&id=6&Itemid=10&lang=id (Jumat/10.30)
http://www.terangi.or.id/index.php?option=com_content&view=article&id=90..(Jumat/10.30)

Senin, 25 April 2016

Tugas1_SS_AHDE

22 Motif Songket Sudah Dipatenkan

Pemerintah Kota Palembang, Sumatera Selatan, sudah mengajukan usulan paten terhadap motif kain songket dan sudah disetujui sekitar 22 motif songket. Menurut Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan Kota Palembang Wantjik Badaruddin, kepada Tempo mengatakan, pihaknya sudah mendaftarkan beberapa motif kain songket ke Direktorat Jendral Hak kekayaan Intelektuak, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia. “Dari 71 motif yang diusulkan baru 22 yang disetujui, dan kita sekarang mengusulkan lagi 49 motif yang sedang diproses,"katanya.

Selain songket, pemerintah kota juga mengusulkan makanan khas Palembang seperti Pempek, Tekwan, Srikayo dan Model dan lain-lain untuk segara dipatenkan.Menurut Wantjik pengajuan itu sudah dilakukan sejak tahun 2004 dan disetujui tahun 2009 ini. Setidaknya ada 22 motif yang disetujui. Dikatakan dalam surat dari Direktur Hak Cipta, Desain Industri, Desain Tata Letak Sirkuit terpadu, dan Rahasia Dagang Depkumham bahwa ke 22 motif songket itu tidak termasuk ciptaan yang dillindungi sebagaimana maksud pada Pasal 12 UU No 19 tahun 2002 karena merupakan hasil kebudayaan rakyat (ekpresi folklor) yang menjadi milik bersama. Sementara belum ditetapkkannya peraturan Pemerintah yang mengatur pelaksanaan Pasal 10 (4) UUHC mengenai hak cipta yang dipegang oleh Negara, karya-karya tersebut akan diinventarisasi sebagai ekpresi folklor atau hasil kebudayaanrakyat yang berasal dari daerah atau wilayah yang bersangkutan.

Menurut Wantjik ,Pematenan beberapa motif ini perlu dilakukan untuk menghindari klaim-klaim yang dilakukan oleh pihak lain. Dia juga mengatakan tidak begitu rumit mendaftarkan barang-barang ini namun yang lama prosesnya karena masih harus dibuktikan dan diteliti apakah benar motif-motif itu milik seseorang dan sebagainya.
Walikota Palembang, Eddy Santana Putra, mengatakan upaya pematenan barang-barang khas Palembang itu tidak lain untuk melestarikan budaya daerah ini. Dan upaya yang gencar untuk mematenkan barang-barang khas Palembang ini dilakukan pemerintah kota Palembang sejak beberapa waktu lalu. “Kita tidak ingin kejadian klaim terjadi berulang kali," katanya. Untuk sementara, kata Eddy memang baru motif songket yang dipatenkan pemerintah kota. Dan segera menyusul makanan khas Palembang seperti Pempek, tekwan, srikayo dan sebagainya.

Adapun motif songket yang sudah disetujui hak ciptanya itu adalah Bungo Intan, Lepus Pulir, Tabuk Burung kecil (Paku berkait), Limar tigo negeri Tabur, Termelu Betangkep, Tabur, Campuk Merah tepi, Pucuk Rebung, Lepus Pulir Tigo, Negeri, Tigo Benua, Limar tigonegeri tabur anak ayam, lempus nampak perak, limar pulsir siku, lepus bungo kucing , Bungo pacar, lepus tampuk manggis dan lainnya

Analisis :
Sebagai warga Negara Indonesia yang baik kita harus bisa menjaga serta melestarikan budaya. Maka dari itu, dengan mematenkan motif songket yang telah dibuat oleh seorang pengrajin asli Indonesia ini sangat bagus karena dengan demikian hal ini bisa menghindari klaim-klaim dari pihak lain yang bisa merugikan. 22 motif songket ini dilindungi pasal 10 (4) UUHC mengenai hak cipta yang dipegang oleh Negara. Semoga semakin banyak karya budaya Indonesia yang telah dipatenkan dan prosesnya tidak memakan waktu yang cukup lama.

Sumber :
https://nasional.tempo.co/read/news/2009/10/03/058200587/22-motif-songket-sudah-dipatenkan (Minggu/19.07)