A. PENGERTIAN ETIKA
Menurut James J.Spillane SJ berpendapat bahwa etika atau ethics
memperhatikan dan mempertimbangkan tingkah laku manusia dalam pengambilan
keputusan moral. Menurut O.P. Simorangkir, etika atau etik adalan pandangan
manusia dalam berperilaku menurut ukuran dan nilai yang baik.
Berdasarkan
Kamus Besar Bahasa Indonesia (1995), pengertian etika adalah sebagai berikut :
- Etika merupakan ilmu tentang apa yang baik dan yang buruk serta tentang hak dan kewajiban moral (akhlak);
- Moral memiliki arti
- Ajaran tentang apa yang baik dan yang buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, kewajiban, akhlak, budi pekerti, asusila;
- Kondisi mental yang membuat orang tetap berani, bersemangat, bergairah, berdisiplin, isi hati atau keadaan perasaan.
Berbicara mengenai etika tidaklah dapat kita pisahkan dengan
norma, seperti pendapat menurut Maryani & Ludigdo (2001) “Etika adalah
seperangkat aturan atau norma atau pedoman yang mengatur perilaku manusia, baik
yang harus dilakukan maupun yang harus ditinggalkan yang di anut oleh
sekelompok atau segolongan masyarakat atau profesi”.
Perilaku
manusia ini ditentukan oleh bermacam-macam norma. Norma ini masih dibagi kagi
menjadi norma hukum, norma agama, norma moral, dan norma sopan santun.
- Norma hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan
- Norma agama berasal dari agama
- Norma moral berasal dari suara batin
- Norma sopan santun berasal dari kehidupan sehari-hari sedangkan norma moral berasal dari etika.
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno: "ethikos", berarti
"timbul dari kebiasaan" adalah sebuah sesuatu di mana dan bagaimana
cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan
penilaian moral. Etika mencakup analisis dan
penerapan konsep seperti benar, salah, baik,
buruk, dan tanggung jawab. St.
John of Damascus
(abad ke-7 Masehi) menempatkan etika di dalam kajian filsafat praktis (practical
philosophy).
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis
dalam pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita
rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan
pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.
Secara metodologis, tidak setiap hal menilai perbuatan dapat
dikatakan sebagai etika. Etika memerlukan sikap kritis, metodis, dan sistematis
dalam melakukan refleksi. Karena itulah etika merupakan suatu ilmu. Sebagai
suatu ilmu, objek dari etika adalah tingkah laku manusia. Akan tetapi berbeda
dengan ilmu-ilmu lain yang meneliti juga tingkah laku manusia, etika memiliki
sudut pandang normatif. Maksudnya etika melihat dari sudut baik dan buruk
terhadap perbuatan manusia.[
Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai etika
Jenis - Jenis Etika
a. Etika Filosofis
Etika filosofis secara harfiah dapat
dikatakan sebagai etika yang berasal dari kegiatan berfilsafat atau berpikir,
yang dilakukan oleh manusia. Karena itu, etika sebenarnya adalah bagian dari filsafat; etika
lahir dari filsafat. Etika
termasuk dalam filsafat, karena itu berbicara etika tidak dapat dilepaskan dari
filsafat. Karena itu, bila ingin mengetahui unsur-unsur etika maka kita harus
bertanya juga mengenai unsur-unsur filsafat. Berikut akan dijelaskan dua sifat
etika:
1.
Non-empiris Filsafat digolongkan sebagai
ilmu non-empiris. Ilmu empiris adalah ilmu yang didasarkan pada fakta atau
yang konkret. Namun filsafat tidaklah demikian, filsafat berusaha melampaui
yang konkret dengan seolah-olah menanyakan apa di balik gejala-gejala konkret.
Demikian pula dengan etika. Etika tidak hanya berhenti pada apa yang konkret
yang secara faktual dilakukan, tetapi bertanya tentang apa yang seharusnya
dilakukan atau tidak boleh dilakukan.
2.
Praktis Cabang-cabang filsafat berbicara
mengenai sesuatu “yang ada”. Misalnya filsafat hukum mempelajari apa itu hukum. Akan tetapi etika tidak terbatas
pada itu, melainkan bertanya tentang “apa yang harus dilakukan”. Dengan
demikian etika sebagai cabang filsafat bersifat praktis karena langsung
berhubungan dengan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan manusia. Tetapi
ingat bahwa etika bukan praktis dalam arti menyajikan resep-resep siap pakai.
Etika tidak bersifat teknis melainkan reflektif. Maksudnya etika hanya
menganalisis tema-tema pokok seperti hati nurani, kebebasan, hak dan kewajiban,
dsb, sambil melihat teori-teori etika masa lalu untuk menyelidiki kekuatan dan
kelemahannya. Diharapakan kita mampu menyusun sendiri argumentasi yang tahan
uji.
b. Etika Teologis
Ada dua hal
yang perlu diingat berkaitan dengan etika teologis. Pertama, etika teologis
bukan hanya milik agama tertentu, melainkan setiap agama dapat memiliki etika
teologisnya masing-masing. Kedua, etika teologis merupakan bagian dari etika
secara umum, karena itu banyak unsur-unsur di dalamnya yang terdapat dalam
etika secara umum, dan dapat dimengerti setelah memahami etika secara umum.
Secara umum,
etika teologis dapat didefinisikan sebagai etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi teologis. Definisi tersebut menjadi kriteria pembeda
antara etika filosofis dan etika teologis. Di dalam etika Kristen,
misalnya, etika teologis adalah etika yang bertitik tolak dari
presuposisi-presuposisi tentang Allah
atau Yang Ilahi, serta memandang kesusilaan
bersumber dari dalam kepercayaan terhadap Allah atau Yang Ilahi. Karena itu,
etika teologis disebut juga oleh Jongeneel sebagai etika transenden dan etika teosentris. Etika teologis Kristen memiliki
objek yang sama dengan etika secara umum, yaitu tingkah laku manusia. Akan
tetapi, tujuan yang hendak dicapainya sedikit berbeda, yaitu mencari apa yang
seharusnya dilakukan manusia, dalam hal baik atau buruk, sesuai dengan kehendak
Allah.
Setiap agama
dapat memiliki etika teologisnya yang unik berdasarkan apa yang diyakini dan
menjadi sistem nilai-nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, antara agama yang
satu dengan yang lain dapat memiliki perbedaan di dalam merumuskan etika
teologisnya.
B. PRINSIP-PRINSIP ETIKA
Dalam peradaban sejarah manusia sejak abad keempat sebelum
Masehi para pemikir telah mencoba menjabarkan berbagai corak landasan etika
sebagai pedoman hidup bermasyarakat. Para pemikir itu telah mengidentifikasi
sedikitnya terdapat ratusan macam ide agung (great ideas). Seluruh gagasan atau
ide agung tersebut dapat diringkas menjadi enam prinsip yang merupakan landasan
penting etika, yaitu keindahan, persamaan, kebaikan, keadilan, kebebasan, dan
kebenaran.
- Prinsip Keindahan, Prinsip ini mendasari segala sesuatu yang mencakup penikmatan rasa senang terhadap keindahan. Berdasarkan prinsip ini, manusia memperhatikan nilai-nilai keindahan dan ingin menampakkan sesuatu yang indah dalam perilakunya. Misalnya dalam berpakaian, penataan ruang, dan sebagainya sehingga membuatnya lebih bersemangat untuk bekerja.
- Prinsip Persamaan, Setiap manusia pada hakikatnya memiliki hak dan tanggung jawab yang sama, sehingga muncul tuntutan terhadap persamaan hak antara laki-laki dan perempuan, persamaan ras, serta persamaan dalam berbagai bidang lainnya. Prinsip ini melandasi perilaku yang tidak diskrminatif atas dasar apapun.
- Prinsip Kebaikan, Prinsip ini mendasari perilaku individu untuk selalu berupaya berbuat kebaikan dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Prinsip ini biasanya berkenaan dengan nilai-nilai kemanusiaan seperti hormat- menghormati, kasih sayang, membantu orang lain, dan sebagainya. Manusia pada hakikatnya selalu ingin berbuat baik, karena dengan berbuat baik dia akan dapat diterima oleh lingkungannya. Penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan yang diberikan kepada masyarakat sesungguhnya bertujuan untuk menciptakan kebaikan bagi masyarakat.
- Prinsip Keadilan, Pengertian keadilan adalah kemauan yang tetap dan kekal untuk memberikan kepada setiap orang apa yang semestinya mereka peroleh. Oleh karena itu, prinsip ini mendasari seseorang untuk bertindak adil dan proporsional serta tidak mengambil sesuatu yang menjadi hak orang lain.
- Prinsip Kebebasan, Kebebasan dapat diartikan sebagai keleluasaan individu untuk bertindak atau tidak bertindak sesuai dengan pilihannya sendiri. Dalam prinsip kehidupan dan hak asasi manusia, setiap manusia mempunyai hak untuk melakukan sesuatu sesuai dengan kehendaknya sendiri sepanjang tidak merugikan atau mengganggu hak-hak orang lain. Oleh karena itu, setiap kebebasan harus diikuti dengan tanggung jawab sehingga manusia tidak melakukan tindakan yang semena-mena kepada orang lain. Untuk itu kebebasan individu disini diartikan sebagai:
- Prinsip integritas moral yang tinggi, yaitu komitmen pribadi menjaga keluhuran profesi.
Etika merupakan sebuah ilmu tentang apa yang baik dan apa
yang buruk dan juga tentang hak dan kewajiban seorang manusia. Etika juga
mempunyai prinsip-prinsip diantaranya prinsip keindahan, prinsip keadilan,
prinsip kebaikan, prinsip kebebasan, dan prinsip persamaan. Adapun etika juga
ditopang oleh beberapa teori diantaranya teori Teleologi, teori Deontologi,
teori Hak, dan teori Persamaan.
C. BASIS TEORI ETIKA
1.
Etika Teleologi
Dari kata Yunani, telos = tujuan, Mengukur baik
buruknya suatu tindakan berdasarkan tujuan yang mau dicapai dengan tindakan
itu, atau berdasarkan akibat yang ditimbulkan oleh tindakan itu. Dua aliran
etika teleologi :
- Egoisme Etis
Inti pandangan egoisme adalah bahwa tindakan dari setiap
orang pada dasarnya bertujuan untuk mengejar pribadi dan memajukan dirinya
sendiri. Satu-satunya tujuan tindakan moral setiap orang adalah mengejar
kepentingan pribadi dan memajukan dirinya. Egoisme ini baru menjadi persoalan
serius ketika ia cenderung menjadihedonistis, yaitu ketika kebahagiaan dan
kepentingan pribadi diterjemahkan semata-mata sebagai kenikmatan fisik yg
bersifat vulgar.
- Utilitarianisme
Berasal dari bahasa latin utilis yang berarti “bermanfaat”.
Menurut teori ini suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi
manfaat itu harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan
masyarakat sebagai keseluruhan. Dalam rangka pemikiran utilitarianisme,
kriteria untuk menentukan baik buruknya suatu perbuatan adalah “the greatest happiness
of the greatest number”, kebahagiaan terbesar dari jumlah orang yang terbesar.
2.
Deontologi
Istilah deontologi berasal dari kata Yunani ‘deon’
yang berarti kewajiban. ‘Mengapa perbuatan ini baik dan perbuatan itu harus
ditolak sebagai buruk’, deontologi menjawab:‘karena perbuatan pertama menjadi
kewajiban kita dan karena perbuatan kedua dilarang’. Yang menjadi dasar
baik buruknya perbuatan adalah kewajiban. Pendekatan deontologi sudah diterima
dalam konteks agama, sekarang merupakan juga salah satu teori etika yang
terpenting.
3.
Teori Hak
Dalam pemikiran moral dewasa ini barangkali teori hak ini
adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk mengevaluasi baik
buruknya suatu perbuatan atau perilaku. Teori Hak merupakan suatu
aspek dari teori deontologi, karena berkaitan dengan kewajiban. Hak dan
kewajiban bagaikan dua sisi uang logam yang sama. Hak didasarkan atas martabat
manusia dan martabat semua manusia itu sama. Karena itu hak sangat cocok dengan
suasana pemikiran demokratis.
4.Teori
Keutamaan (Virtue)
Memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak
ditanyakan apakah suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati
dan sebagainya. Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi
watak yang telah diperoleh seseorang dan memungkinkan dia
untuk bertingkah laku baik secara moral. Contoh keutamaan :
- Kebijaksanaan
- Keadilan
- Suka bekerja keras
- Hidup yang baik
D. EGOISME
Egoisme merupakan motivasi untuk mempertahankan dan
meningkatkan pandangan yang hanya menguntungkan diri sendiri. Egoisme berarti
menempatkan diri di tengah satu tujuan serta tidak peduli dengan penderitaan
orang lain, termasuk yang dicintainya atau yang dianggap sebagai teman dekat.
Istilah lainnya adalah “egois”.
Egoisme adalah cara untuk mempertahankan dan meningkatkan
pandangan yang menguntungkan bagi dirinya sendiri, dan umumnya memiliki
pendapat untuk meningkatkan citra pribadi seseorang dan pentingnya –
intelektual, fisik, sosial dan lainnya. Egoisme ini tidak memandang kepedulian
terhadap orang lain maupun orang banyak pada umunya dan hanya memikirkan diri
sendiri. Egois ini memiliki rasa yang luar biasa dari sentralitas dari ‘Aku
adalah’:. Kualitas pribadi mereka Egotisme berarti menempatkan diri pada inti
dunia seseorang tanpa kepedulian terhadap orang lain, termasuk yang dicintai
atau dianggap sebagai “dekat,” dalam lain hal kecuali yang ditetapkan oleh
egois itu. Teori eogisme atau egotisme diungkapkan oleh Friedrich Wilhelm
Nietche yang merupakan pengkritik keras utilitarianisme dan juga kuat menentang
teori Kemoralan Sosial. Teori egoisme berprinsip bahwa setiap orang harus
bersifat keakuan, yaitu melakukan sesuatu yang bertujuan memberikan manfaat
kepada diri sendiri. Selain itu, setiap perbuatan yang memberikan keuntungan
merupakan perbuatan yang baik dan satu perbuatan yang buruk jika merugikan diri
sendiri.
Kata “egoisme” merupakan istilah yang berasal dari bahasa
latin yakni ego, yang berasal dari kata Yunani kuno – yang masih digunakan
dalam bahasa Yunani modern – ego (εγώ) yang berarti “diri” atau “Saya”,
dan-isme, digunakan untuk menunjukkan sistem kepercayaannya. Dengan demikian,
istilah ini secara etimologis berhubungan sangat erat dengan egoisme filosofis.
Opini Kasus:
Etika menurut filsafat dapat disebut sebagai ilmu yang
menyelidiki mana yang baik dan mana yang buruk dengan memperhatikan amal
perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahui oleh akal pikiran. Oleh karena
itu, sejatinya etika dapat digunakan sebagai tinjauan atau aturan yang berlaku
dimata umum, sehingga dapat membedakan perbuatan yang baik atau yang buruk.
Ketika kita tidak dapat membedakan perbuatan yang baik atau buruk, maka kita
tidak mempunyai moral untuk berpikir atas akal yang telah diberikan Tuhan
kepada kita sebagai makhluk ciptaan-Nya.
Seperti contoh kasus diatas, ketika seorang oknum guru
yang memberikan hukuman yang sangat berat kepada murid-muridnya. Oknum guru
tersebut telah menyalahi aturan dalam beretika belajar-mengajar. Tidak
mencerminkan perilaku etikanya sebagai guru yang tugasnya mengajar muridnya,
bukan justru menghajar muridnya dengan kekerasan. Sesuai dengan salah satu
prinsip etika, prinsip keindahan dan prinsip
kebaikan. Seharusnya sebagai seorang pendidik yang baik dapat
mencerminkan perilaku yang indah, saling menghormati dan menghargai, saling
mengasihi, dan menunjukan perilaku yang selalu baik bagi lingkungannya. Ketika
etika dapat digunakan sebagai tinjauan atau pedoman, maka kasus diatas
seharusnya tidak pernah terjadi. Banyak cara untuk mendidik siswa/siswi tanpa
harus melakukan tindak kekerasan. Bisa lewat menasehati, memberikan sanksi yang
memberikan manfaat (membersihkan lingkungan sekolah, memberikan tugas/PR
tambahan), dan cara-cara yang lebih manusiwi lainnya. Semoga kasus diatas dapat
menohok dunia dan pelaku pendidikan, agar kedepannya dapat berbenah menanamkan
moral dan etika beperilaku yang baik. Tidak hanya untuk murid atau siswanya, melainkan
semua perangkat sekolah.
Sumber :
- Kamus Besar Bahasa Indonesia
- Susanti, Beny. 2008. Modul Kuliah Etika Profesi Akuntansi. Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma. Jakarta.
- http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/360/jbptunikompp-gdl-uminarinaw-17979-1-teori.pdf
- http://elib.unikom.ac.id/download.php?id=50878
- http://wartawarga.gunadarma.ac.id/2012/10/pertemuan-ke_1-etika-sebagai-tinjauan/
- http://ikkyfadillah.tumblr.com/post/100283697454/pendahuluan-etika-sebagai-tinjauan
- https://id.wikipedia.org/wiki/Etika
- http://soniahosey05.blogspot.co.id/2015/10/tugas-1-etika-sebagai-tinjauan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar