A. Konsentrasi Kegiatan
ekonomi
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah
tertentu merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan
pembangunan antar daerah.Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi
tinggi cenderung tumbuh pesat.Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang
rendah cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang
lebih rendah.
Sebenarnya ada 2 masalah utama
dalam pembanguna ekonomi nasional selama ini.Yang pertama adalah semua kegiatan
ekonomi hanya terpusat pada satu titik daerah saja, contohnya Jawa.Yang kedua
adalah yang sering disebut dengan efek menetes ke bawah tersebut tidak terjadi
atau prosesnya lambat. Banyak faktor yang mnyebabkan hal ini, seperti besarnya
sebagian input untuk berproduksi diimpor (M) dari luar, bukannya disuplai dari
daerah tersebut. Oleh karena itu, keteraitan produksi ke belakang yang sangat
lemah, sektor-sektor primer di daerah luar Jawa melakukan ekspor (X) tanpa
mengolahnya dahulu untuk mendapatkan NT. Hasil X pada umumnya hanya banyak dinikmati
di Jawa.
Jika keadaan ini terus dibiarkan maka, daerah di
luar pulau Jawa akan rugi dan semakin miskin saja, karena:
1. Daerah akan kekurangan L yang terampil, K
serta SDA yang dapat diolah untuk keperluan sendiri.
2. Daerah akan semakin sulit dalam mengembangkan
sektor non primer khususnya industri manufaktur, dan akan semakin sulit
mengubah struktur ekonominya yang berbasis pertanian atau pertambangan ke
industri.
3. Tingkat pendapatan masyarakat di daerah semakin
rendah sehingga pasar output semakin lama, dan menyebabkan perkembangan
investasi di daerah semakin kecil.
Ketimpangan dalam distribusi
kegiatan ekonomi antarwilayah Indonesia terlihat jelas dalam tidak meratanya
pembagian kegiatan industri manifaktur antar provinsi.Daerah Jawa didominasi oleh
sektor-sektor yang memiliki NT tinggi, khususnya industri manufaktur, sedangkan
di luar Jawa didominasi oleh sektor yang memiliki NT rendah, seperti
pertanian.Karena kepincangan struktur inilah terjadi ketimpangan pembangunan
ekonomi di Indonesia.Dan industri di luar Jawa yang rendah disebabkan karena
pasar lokal yang kecil, infrastruktur yang terbatas, serta kurang SDM.
B. Alokasi
Investasi
Indikator lain juga yang
menunjukkan pola serupa adalah distribusi investasi (I) langsung, baik yang
bersumber dari luar negeri (PMA) maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan
teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar, bahwa krangnya I di suatu wilayah
membuat pertumbuhan ekonomi dan tingkat pendapatan masyarakat per kapita di
wilayah tersebut menjadi rendah, karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang
produktif, seperti industri manufaktur.
Terpusatnya I di wilayah Jawa,
disebabkan oleh banyak faktor seperti kebijakan dan birokrasi yang terpusat
selama ini (terutama sebelum pelaksanaan otonomi daerah daerah), konsentrasi
penduduk di Jawa dan keterbatasan infrastruktur serta SDM di wilayah luar
Jawa.Persebaran sumber daya alam tidak selamanya melimpah. Ada beberapa sumber
daya alam yang terbatas dalam jumlahnya dan dalam proses pembentukannya
membutuhkan jangka waktu yang relatif lama. Sumber daya alam merupakan segala
sesuatu yang tersedia di alam dan dimanfaatkan untuk kebutuhan manusia. Sumber
daya alam secara umum dibagi menjadi 2, yaitu: sumber daya alam yang dapat
diperbarui dan sumber daya alam yang tidak dapat diperbarui.
C. Mobilitas antar
Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah
Kehadiran buruh migran kelas bawah
adalah pertanda semakin majunya suatu negara.Ini berlaku baik bagi migran legal
dan ilegal. Ketika sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan
masyarakatnya naik ke posisi ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik kelas).
Fenomena “move up the ladder” ini
dengan sendirinya membawa kepada konsekuensi kosongnya lapisan
terbawah.Walaupun demikian lapisan ini tidak bisa dihilangkan begitu saja. Sebenarnya
lapisan ini sangat substansial, karena menopang “ladders” atau lapisan-lapisan
yang berada di atasnya. Lapisan inilah yang diisi oleh para migran kelas bawah.
Salah satu pilar ekonomi liberal
adalah kebebasan mobilitas faktor produksi, termasuk faktor buruh.Seharusnya
yurisdiksi administratif negara tidak menjadi penghalang mobilitas
tersebut.Namun, tetap saja perpindahan ini perlu ditinjau dan dikontrol agar
tetap teratur.
D. Perbedaan SDA antar
Provinsi
Dasar pemikiran klasik mengatakan
bahwa pembanguan ekonomi di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan
masyarakatnya lebih makmur dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA.
Sebenarnya samapai dengan tingkat tertebntu pendapat ini masih dapat dikatakan,
dengan catatan SDA dianggap sebagai modal awal untuk pembangunan. Namun, belum
tentu juga daerah yang kaya akan SDA akan mempunyai tingkat pembanguan ekonomi
yang lebih tinggi juga jika tidak didukung oleh teknologi yang ada (T).
Penguasaan T dan peningkatan taraf
SDM semakin penting, maka sebenarnya 2 faktor ini lebih penting daripada SDA.
Memang SDA akan mendukung pembangunan dan perkembangan, tetapi akan percuma
jika memiliki SDA tapoi minim dengan T dan SDM.
Program desentralisasi dan otonomi
daerah merupakan pekerjaan besar dan harus berhasil dengan baik.Keragaman
kemampuan dalam pelaksanaannya harus didasarkan pada sequencing yang jelas dan
penerapan bertahap menurut kemampuan daerah.
Dalam proses pemulihan ekonomi
nasional, pelaksanaan program desentralisasi yang tergesa-gesa tanpa kesiapan
memadai sebaliknya malah akan mengganggu pemulihan ekonomi yang pada gilirannya
akan merugikan pembangunan ekonomi daerah sendiri. Oleh karena itu,
proses desentralisasi tidak perlu diakselerasi. Yang perlu diakselerasi
adalah pengembangan kelembagaan dan kemampuan, termasuk untuk pengembangan
kebijakan, pada tingkat daerah, khususnya daerah Tingkat II. Hal ini
merupakan kerja nasional yang harus mendapat prioritas pertama dan dilaksanakan
terutama di daerah.Inilah inti dari pemberdayaan ekonomi daerah yang merupakan
kunci bagi pembangunan ekonomi daerah yang kompetitif dan efisien.
Pembangunan ekonomi yang efisien
membutuhkan secara seimbang perencanaan yang lebih teliti mengenai penggunaan
sumber daya publik dan sektor swasta: petani, pengusaha kecil, koperasi,
pengusaha besar, organisasi sosial harus mempunyai peran dalam proses
perencanaan.
E. Perbedaan Kondisi
Demografis antar Provinsi
Kondisi demografis antar provinsi
berbeda satu dengan lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, ada
yang didominiasi oleh sektor pariwisata, dan lain sebagainya.Perbedaan kondisi
demografis ini biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda-beda.Contoh
kasusnya, kita tengok ke daerah Tegal.
Penduduk Kota Tegal pada tahun 2007 adalah 247,076 jiwa yang terdiri dari laki-laki 123.792 jiwa (50,10 %) dan perempuan 123,284 jiwa (49,90 %) dengan laju pertumbuhan 0,55 % per tahun, sedangkan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun ) 170.124 jiwa (68,86 %).
Penduduk Kota Tegal pada tahun 2007 adalah 247,076 jiwa yang terdiri dari laki-laki 123.792 jiwa (50,10 %) dan perempuan 123,284 jiwa (49,90 %) dengan laju pertumbuhan 0,55 % per tahun, sedangkan jumlah penduduk usia produktif (15-64 tahun ) 170.124 jiwa (68,86 %).
Ternyata kepadatan penduduk rata –
rata di Kota Tegal pada tahun 2007 sebesar 6.193 jiwa/Km² dengan kepadatan
penduduk tertinggi di Kelurahan Kejambon sebesar 13.723 jiwa/Km² dan kepadatan
terendah di Kelurahan Muarareja sebesar 750 jiwa/Km².
Jumlah penduduk usia kerja di Kota
Tegal tahun 2007 tercatat berjumlah 204.517 dengan jumlah angkatan kerja
sebesar 168.575 jiwa atau 82,43 % yang terdiri dari 87.537 jiwa laki-laki dan
81.038 jiwa perempuan. Dari jumlah tersebut 112.660 sudah bekerja dan 55.915
tidak bekerja.
Mata pencaharian penduduk Kota
Tegal menurut jenis mata pencahariannya adalah petani sendiri 3.739 orang,
buruh tani 6.457 orang, nelayan 12.013 orang, pengusaha 2.303 orang, buruh industri
20.310 orang, buruh bangunan 18.704 orang, pedagang 21.887 orang, pengangkutan
6.687 orang, PNS/ABRI 9.223 orang, pensiunan 4.473 orang dan lain-lain 11.930
orang.
Sektor pendidikan merupakan salah
satu prioritas utama kebijakan Pemerintah Kota Tegal, sebagai salah satu upaya
untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas sumber daya manusia.Pembangunan
sektor ini diarahkan kepada penyediaan sarana dan prasarana serta memberikan
kemudahan akses pendidikan kepada masyarakat.
Kebijakan-kebijakan strategis yang
telah dilakukan oleh Pemerintah Kota Tegal secara bertahap sejak tahun 2000
sampai dengan saat ini untuk mendukung pembangunan sektor pendidikan formal
antara lain yaitu pembangunan sarana dan prasarana fisik, pemberian bea siswa,
pembebasan biaya pendidikan untuk tingkat sekolah dasar dan lanjutan tingkat I,
penyediaan buku pelajaran serta peningkatan kualitas tenaga pengajar melalui
pelatihan dan penyetaraan kualifikasi pendidikan guru. Pada tahun 2007 tamatan
pendidikan untuk SD sebanyak 4.214 jiwa, SLTP 3.780 jiwa, dan SLTA 3.435 jiwa.
F. Kurang
Lancarnya Perdagangan antar Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga
menyebabkan ketimpangan ekonomi regional di Indonesia.Pada umumnya
ketidaklancaran tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan
komunikasi. Perdagangan antarprovinsi meliputi barang jadi, barang modal, input
perantara, dan bahan baku untuk keperluan produksi dan jasa. Ketidaklancaran
perdagangan ini mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan lewat sisi permintaan
(Demand) dan sisi penawaran (Supply). Dari sisi permintaan, kelangkaan akan
barang dan jasa akan berdampak juga pada permnitaan pasar terhadap kegiatan
eonomi lokal yang sifatnya komplementer dengan barang tersebut. Sedangkan dari
sisi penawaran, sulitnya memperoleh barang modal seperti mesin, dapat
menyebabkan kegiatan ekonomi di suatu provinsi menjadi lumpuh, selanjutnya
dapat menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi yang rendah.Sumber :
Nurdiansyah, Bambang. 2013. Faktor
Penyebab Ketimpangan Pembangunan,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar